Sabtu, 28 Juni 2014

Belajar Membaca Al-Qur'an

Tak Ada Kata Terlambat Belajar Al-Qur'an


Dari Aisyah radhiallahu ‘anhu, katanya: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
”Orang yang membaca Al-Qur’an dengan mahir adalah bersama para malaikat yang mulia lagi taat, sedangkan orang yang membaca Al-Quran dengan tergagap dan susah membacanya baginya dua pahala. ”(Hadits Muttafaq ‘Alaih).

Subhanallah…Dua pahala, yakni pahala membaca dan pahala susah payahnya.
Saudaraku,
Ketika kita dihadapkan pada peluang belajar Al Qur’an, sering muncul gangguan-gangguan yang akhirnya membuat kita mundur dan menunda-nunda peluang tersebut. Dan mungkin selalu ada saja alasan yang seakan masuk akal, sehingga kita tidak lagi merasa bersalah ketika mengabaikan tugas yang sangat penting ini.
1. Sudah terlalu tua
Di antara kita mungkin ada yang beralasan, bahwa kita sudah terlambat dalam belajar. Masa-masa keemasan kita sudah lewat. Kita sudah terlalu tua untuk dapat mengingat ayat-ayat Al Qur’an dengan baik. Lidah kita sudah terlalu kaku untuk dapat melafalkan huruf dengan fashih.
Padahal tahukah kita, bahwa Rasulullah mulai menghafal Al Qur’an di usia 41 tahun? Tahukah kita bahwa rata-rata usia para sahabat ketika mulai belajar Al Qur’an adalah 30 tahun? Di antara mereka bahkan ada yang mantan perampok, pembunuh, pemerkosa atau pelacur, sementara mereka juga adalah kaum buta huruf? Allahlah yang telah menutup dosa-dosa mereka dengan maghfirohNya. Kemuliaan dan keberkahan akan lahir berkat perjuangan mereka sendiri.  Allah berfirman,
Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka mau merubah diri mereka sendiri.
Ada pepatah mengatakan,
Belajar di masa kecil seperti mengukir di atas batu, sementara belajar di masa tua seperti mengukir di atas air
Ini adalah pepatah yang benar adanya. Tapi bukan berarti ia menjadi pembenaran atas berdiam dirinya kita dari upaya ini. Mengukir di atas air memang susah, tapi bukan sesuatu yang mustahil. Kemauan yang kuat akan membekukan air menjadi es. Kerja keras akan menjadikannya karya yang indah. Dan kontinyuitas akan menjaganya sepanjang usia kita. Jadi, masihkah alasan itu kita pergunakan?
2. Kesibukan yang menyita
Alasan kesibukan adalah alasan yang paling sering kita kemukakan. Kita merasa bahwa waktu kita sudah habis oleh ini dan itu. Ketika kita bermaksud untuk belajar Al Qur’an di sebuah halaqoh, tiba-tiba kita menemukan bahwa di waktu tersebut kita memiliki kegiatan yang jauh lebih penting. Akhirnya kita menyerah oleh keadaan. Dan kitapun —lagi-lagi— meninggalkan keinginan tersebut.
Benarkah kita sudah tak memiliki waktu lagi?
Hitunglah berapa jam waktu tidur kita… Berapa jam waktu yang kita habiskan di perjalanan… Juga jam-jam istirahat kita dan jam-jam bersenda gurau dengan orang lain…
Sudahkah semua itu sebanding dengan ibadah harian yang kita kerjakan? Sudahkah kita berlaku adil terhadap waktu kita? Tak bisakah kita menyisihkan waktu untuk Al Qur’an meskipun hanya sesaat? Benarkah tak bisanya kita adalah karena kehabisan waktu?
Allah berfirman dalam sebuah hadits qudsi,
Barang siapa yang disibukkan Al Qur`an hingga tidak sempat berdzikir dan meminta kepadaKu, niscaya akan Aku berikan sesuatu yang lebih utama dari apa yang telah Kuberikan pada orang-orang yang meminta…”
3. Yang penting pemahaman
Sering ada orang yang bertanya kepada saya ketika ia ingin bergabung dengan halaqoh Al Qur’an. Di antara pertanyaan tersebut adalah, “Apakah belajar Al Qur’an di sini disertai tafsirnya atau hanya belajar membaca saja?”. Sungguh disayangkan ketika akhirnya banyak di antara mereka yang membatalkan keinginannya, hanya karena di sini tidak menyediakan program Tafsir Al Qur’an secara resmi.
Bagi orang yang menganggap bahwa memahami Al Qur’an lebih utama dari membacanya, atau mungkin sebaliknya, cukuplah baginya hadits-hadits Rasulullah berikut ini,
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al Qur’an, maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan akan menjadi sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf, melainkan alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.”
“Sikap iri tidak diperbolehkan kecuali terhadap dua hal; seseorang yang di beri Al Qur’an oleh Allah kemudian ia membacanya sepanjang malam dan siang hari…”
“Orang yang pandai membaca Al Qur’an akan bersama para malaikat yang mulia dan taat, sementara orang yang membaca Al Qur’an dengan terbata-bata serta merasa kesulitan akan mendapatkan dua pahala.”
“Bacalah Al Qur’an! Sesungguhnya Al Qur’an akan datang pada hari kiamat menjadi pemberi syafa’at bagi sahabat-sahabatnya”
“Dikatakan kepada Shohib Al Qur’an, ‘Bacalah! Naiklah (ke surga) dan nikmatilah (bacaan Al Qur’anmu) sebagaimana kamu menikmati bacaan Al Qur’an di dunia! Sesungguhnya kedudukanmu (di surga) sesuai dengan akhir ayat yang kamu baca.”

Ketahuilah bahwa nilai membaca Al Qur’an, menghafal dan memahaminya adalah sama di hadapan Allah. Membaca adalah kunci pembuka menuju pemahaman. Dan pemahaman akan meyakinkan kita tentang keharusan menghafal Al Qur’an.
Sesungguhnya masih banyak lagi alasan-alasan lain yang sering melintas di benak kita, yang telah dan akan terus menghalangi kita dari belajar dan berinteraksi dengan Al Qur’an. Tapi kita cukupkan pembahasan tentang hal ini, karena semua alasan itu sesungguhnya hanya alasan yag dipaksakan.
Yang perlu kita perbaiki adalah hati. Jika hati baik, maka baik yang lainnya. Jika hati rusak, maka rusak seluruhnya. Di antara penyebab kerusakan hati adalah apa yang diungkapkan oleh Rasulullah,

Seseorang yang tak ada sedikitpun Al Qur’an dalam hatinya seperti rumah yang rusak

Sumber : Ayo Belajar Ngaji

Tidak ada komentar:

Posting Komentar